Laman

Senin, 16 Agustus 2010

Semoga Tidak Pikun Lagi

Kepikunan ini sering kali terjadi, sehingga menjadi penyakit yang sangat mengganggu di tengah  perjuangan aktivitas dakwah. Kita sering kali lupa akan ilmu-ilmu yang kita pelajari. Entah berapa kali kita mengikuti daurah-daurah dalam satu bulan. Entah berapa lama sampai saat ini kita liqo untuk menambah pemahaman kita agar kuat di jalan Allah. Entah berapa banyak buku yang telah kita baca demi meningkatkan kompetensi diri. Harus berapa kali lagi kita bermuhasabah sehingga jiwa ini benar-benar tegar di jalan dakwah dan komitmen pun selalu terjaga. Namun kita masih juga seperti orang yang pikun. Parahnya ilmu yang kita lupakan tersebut juga termasuk ilmu prinsip dalam agama kita. ilmu syariat yang sebenarnya tidak boleh dilanggar oleh siapapun.

Katika daurah kita begitu semangatnya. Hamasah (semangat) kita meningkat ratusan kali lipat, sehingga jika seandainya dihadapkan kepadanya sepuluh orang tentara Zeonis Yahudi bersenjata lengkap kepadanya, niscaya dia akan melumatnya sendirian. Begitulah gambaran ghirah aktivis dakwah setelah diterpa angin perjuangan dalam daurah. Lalu setelah itu apa? Dua hari setelah itu bagaimana? Apakah masih sama ghirahnya? Ternyata kita kepikunnan lagi.

Ketika menyaksikan video pembantaian saudara-saudara kita oleh tentara zeonis laknatullah dan tentara Amerika Serikat laknatullah beserta sekutunya yang ikut memerangi kita –laknatullah untuk mereka semua- kita begitu marah dan geramnya, seakan-akan ingin melumat dan membalas segala perbuatan kejam mereka. Lalu setelah itu apa? Dua hari dan tiga hari lagi bagaimana? Ternyata kita kepikunnan lagi.

Lalu kita turun ke jalannan untuk bersama-sama melakukan munasharah (Aksi). Teriakkan takbir kita lontarkan beramai-ramai. “Allahu Akbar!! Allahu Akbar!! Allahu Akbar!!”. Lalu kita sambung dengan yel-yel “Israel..Hancurkan…, Palestina…Bebaskan…” begitu seterusnya. Suasana pada saat itu seperti mau perang saja. masing-masing kita memperlihatkan emosional perjuangan dengan kadar yang tentunya tinggi. Namun setelah itu apa? Bagaimana dua hari, tiga hari dan empat hari lagi? Adakah semangat perjuangan kita masih sama dengan waktu kita turun ke jalanan dengan meneriakan takbir dan yel-yel? Namun lagi-lagi kebanyakan kita kepikunnan lagi. Tidak seberapa di antara kita yang mempunyai semangat yang tetap terjaga hingga tetesan darah terakhir.

Begitulah kita. kepikunan. Sering lupa dengan ilmu yang telah kita dapatkan. Sering lupa dengan tetesan air mata taubat yang kita lantunkan pada saat muhasabah. Sering lupa dengan pembantaian yang telah dilakukan oleh musuh Allah terhadap saudara-saudara kita. mengutuk ketika sedang hangat-hangatnya pembantaian terhadap saudara kita, lalu setelah perperangan reda, emosional perjuangan kita juga ikut reda. Lalu kita lupakan saja kejadian tersebut. Padahal segolongan musuh kita baru saja selesai membantai saudara-saudara kita seiman dan merebut tanah mereka, dan berencana menembakkan pelurunya kepada kita yang baru saja berani mengutuk mereka.

Lupa mungkin bisa kita masukkan dalam konteks fitrah kemanusiaan, namun akan menjadi keterlaluan jika saban hari kita lupa. Semangat kita hanya ada satu hari yaitu ketika ada acara yang menyulut semangat kita. begitulah kebanyakan kita.

Maka tidak salah seorang pejabat senior AS sebelum invansi ke Irak berkata: “Memori orang Islam itu pendek, mereka pelupa. Waktu kami menyerang Afganistan, mereka protes. Setelah itu kami menang, mereka diam. Jadi, kami nanti menyerang Irak, mereka akan melakukan hal yang sama: protes, lalu lupa” begitulah perkataan pejabat senior As tersebut.1

Semoga kita tidak pikun lagi. Jika tidak bisa menghilangkan kepikunnan, minimal mengurangi kepikunannya. Jangan sampai hari ini kita begitu semangatnya berdakwah dan besok tidak lagi, lalu besoknya lagi kita telah tiada, pergi kekehidupan yang lain yang dapat melupakan kita dengan keIslaman kita yaitu hubbud dunya (cinta dunia) yang melenakan.

Mudah-mudahkan ini kepikunnan kita yang terakhir kalinya. Sehingga hamasah kita tidak hanya satu hari tapi berhari-hari, bahkan selamanya sampai kita mati menghadap ilahi dengan gelar syuhada. Kalaupun nanti hamasah kita kendor, maka jangan terlalu lama kendornya. Wahai Saudara-saudaraku berdirilah dengan percaya diri bahwa kita siap mengukuhkan tarbiyah Islamiyah kita dan memenangkan dakwah ini.

Takbir tiga kali, “Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!”

1 H. M. Anis Matta, Dari Gerakan Ke Negara, hal: 112, Fitrah Rabbani, Jakarta: 2006       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar